Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

63 Personel Polri Terseret Kasus-Ferdy-Sambo, Penasehat Ahli Kapolri Buka Suara

63 Personel Polri Terseret Kasus Ferdy Sambo, Penasehat Ahli Kapolri Buka Suara

63 Personel Polri Terseret Kasus Ferdy Sambo, Penasehat Ahli Kapolri Buka Suara

Sebanyak 63 personel Polri terseret kasus pembunuhan terhadap Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakukan oleh Irjen Ferdy Sambo.


Menanggapi kasus ini, Penasehat Ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi mengatakan kasus ini sebenarnya simpel dan dapat ditangani secara cepat dan tidak berlarut.


Hanya saja, kasus yang katanya tembak-menembak seperti yang disampaikan Ferdy Sambo di awal itu, baru terungkap setelah Ferdy Sambo mengakui skenarionya.


"Sebetulnya kan kasusnya simpel, seandainya dari pertama kali dulu sudah tahu ini rekayasa, langsung diambil itu yang kira-kira rekayasa, saya kira tidak sampai terjadi viral seperti ini, tidak usah nunggu Bharada E sampai hampir satu bulan baru ditangkap," kata Aryanto dikutip dari tayngan Kompas Tv, Senin (16/8/2022).


Sebagai seorang  Perwira Tinggi Bintang Dua, kata Aryanto, Ferdy Sambo seharusnya dari awal mengakui perbuatannya, bukan malah membuat skenario yang berisi kebohongan.


"Saya melihat kasusnya itu kan dia (Ferdy Sambo) emosi, (karena) harga dirinya terinjak-injak."


"Sehingga dia diluar kendali berbuat itu (pembunuhan kepada Brigadir J), setelah itu dia baru menyesal, dan menutupi (kasus itu dengan kebohongan), jadi ini kok dalam tanda kutip 'tidak jantan'," jelas Aryanto.


Hingga pada akhirnya Kapolri bentuk Satgasus yang bertugas untuk melakukan pengecekkan apakah yang tiga hari dilakukan dalam pengolahan TKP itu benar-benar profesional atau tidak.


Dan ternyata ditemukan ada sebanyak 63 polisi yang terlibat dalam kasus ini.


"(Sebagian dari mereka) yang 30 orang lebih itu kan kemarin itu dimasukkan di dalam tempat khusus itu karena diduga (merekayasa TKP), mereka melakukan tindakan yaitu setelah dipanggil oleh Bapak Sambo begitu kejadian (terjadi), dia (Ferdy Sambo) memanggil anggota-anggotanya itu untuk merekayasa TKP itu bukan mengolah TKP,"


"Sebagian juga ada yang dari Polres yang memang datang sebagai penyidik tapi penyidikannya dikendalikan oleh Bapak Ferdy," kata Aryanto.


Mereka, lanjut Aryanto, lantas ditindak dalam pelanggaran kode etik terlebih dahulu, baru kemudian akan dipidanakan jika memang apa yang mereka lakukan mengandung unsur pidana.


"Yang mengolah TKP (pertama) kelihatannya tidak profesional karena masih dibawah pengaruh Pak Ferdy."


"Kita harus mendapatkan saksi-saksi dulu melalui (menindakan kode) etik itu karena dipikirnya pertama kali dengan asumsi bahwa yang menindak (merekayasa TKP) itu adalah tim."


"Baru kita pilah-pilah, ini yang masuk pidana, yang ini tidak," jelas Aryanto.


Jadi mereka diamankan terlebih dahulu di tempat khusus, baru mereka dapat diperiksa dengan baik.


"30 orang itu kan yang merusak TKP, jadi kalau tidak diamankan dulu ya tidak bisa tanya kamu berbuat apa, kalau mereka masih kesana kemari kan susah mendapatkan informasinya (yang betul-betul valid)," terang Aryanto.


Selanjutnya, agar kejadian tidak berulang, perlunya evaluasi di dalam tubuh dan SDM Polri.


"Jadi ini salah satu contoh ya bahwa itulah memang kadang-kadang di dalam kita menyeleksi atau membina itu kadang-kadang terlolos juga apa yang tidak baik tapi terpilih."


"Evaluasi tentang pembinaan SDM (diperlukan), jangan sampai terulang seperti ini."


"Yang kedua evaluasi bagaimana humas ini mengelola lapangan, karena ini sebenarnya kasus ini jadi viral karena humas itu tidak cepat-cepat memberikan informasi ke masyaerakat," jelas Aryanto.